|
uwa ntin 11 maret 1944 - 13 juli 2012 |
Jum’at, 13 Juli 2012 dini hari
pukul 2.10 uwa kami tercinta Tien Widartini meninggal dunia, beliau terserang
stroke pada hari minggu tanggal 8 juli 2012 ketika berlibur di Purwokerto, Uwa
Tien adalah kaka papa yang ke-6 dari 10 bersaudara, papa memang berasal dari
keluarga besar, posisi papa sendiri adalah anak ke-9, hubungan kami dengan uwa
ntin cukup dekat dalam artian karena rumah kami jaraknya berdekatan jadi
frekuensi pertemuan cukup sering, semenjak kecil papa sering menitipkan saya di
rumah uwa ketika mama sakit atau ketika mama melahirkan dede (adik saya), rumah
uwa seperti rumah kedua, kami (saya dan dede) senang menghabiskan waktu disana,
uwa selalu menganggap kami seperti anak-anaknya sendiri, memandikan kami (waktu
kecil tentu saja), menyuapkan kami makan, (ya sampe kelas 4 sd saya makannya
masih suka disuapin :P ) membuat kue bersama, dan masih banyak lagi, hanya
ketika beranjak dewasa frekuensi kami berkunjung ke uwa mulai berkurang karena
disibukan oleh aktifitas masing-masing, saya dengan pekerjaan, weekend dipakai pelayanan,
dan dede dengan kuliahnya di purwokerto.
Yang membuat kami sedih weekend
kemarin itu uwa rencanannya, mau jalan-jalan dengan adik saya di purwokerto,
beberapa hari sebelumnya beliau menghubungi adik saya, dan sempat berkomunikasi
di wall facebook adik saya, beliau sangat excited dan meminta adik saya untuk menemaninya
di purwokerto, adik sayapun menyambutnya dengan gembira, iya mood uwa ntin
memang terlihat sangat ceria akhir-akhir ini, bahkan sms-sms untuk saya terkakhir
pun uwa membalas dengan mengakhiri dengan sebutan iya sayang, cantik...
Iya uwa ntin memang cukup sering
menanyakan kabar kami, memberi kami semangat, dan mengungkapkan kangen, kalau
kami lama tidak berjumpa dengan beliau.
Minggu pagi itu di purwokerto, Uwa
Ntin belum sempat bertemu adik, karena adik saya sendiri, sedang kkn di
cilacap, baru akan berangkat ke purwokerto siang harinya, tapi Tuhan berkendak
lain, minggu pagi uwa ntin terserang stroke, beliau jatuh dikamar mandi, dan
langsung dilarikan ke rumah sakit, uwa tidak sempat sadarkan diri lagi, hanya
ketika adik saya tiba di purwokerto dan menjenguk ke rumah sakit, uwa sempat
membuka matanya dan melihat ke adik saya, ketika dipanggil namanya lalu melihat
ke teteh saya, anaknya uwa ntin, kemudian matanya tertutup lagi, dan sampai
terakhir di bawa ke tasikmalaya kamis malam, uwa tidak membuka matanya lagi, jumat
dini hari pukul 2.10 uwa ntin menghembuskan nafasnya terakhir. Ahhh mungkin
waktu itu uwa saya melihat adik saya, untuk pamitan, bisa juga memberitahu adik
saya dalam hatinya berkata demikian “jalan-jalannya gak jadi de, uwanya sakit” :’(
Tidak ada yang pernah menyangka
uwa pergi secepat itu, saudara-saudara banyak yang berpikir demikian, saya
sendiri selalu berpikir umur uwa pasti paling panjang karena uwa tidak pernah
sakit-sakitan, suka jalan pagi, dan menjaga pola makan, nanti uwa akan melihat
aku menikah dulu, punya anak, dan kita masih banyak menghabiskan waktu ngobrol
santai sambil minum kopi menjelang senja ketika weekend, tapi rencana Tuhan
berkata lain.
Keponakan-keponakan saya, yang
suka bercanda malah bilang begini, “Sugan teh aki nu rek ti heula, pek teh si
oma” dikirain kakek (papah saya) yang mau duluan (meninggal) taunya nenek (uwa
saya)
Dulu papah memang sempat jatuh
sakit, lumayan parah, sampai tidak bisa berjalan, selama satu tahun, dan Puji Tuhan
atas kasih karunia-Nya papa bisa sembuh seperti sedia kala, bisa nyetir mobil
dan motor kemana-mana lagi sekarang.
Lalu papa membalas candaan mereka
dengan begini “Enya baheula teh kloterna pinuh jadi we aki dibalikeun deui” iya
dulu tuh kloternya penuh jadi kakek (papa saya) dibalikin lagi (hidup lagi)
Itulah papa saya dibalik
kesedihannya masih saja bisa bercanda.
Tanda-tanda sebelum kepergian uwa
Ntin, selain sikapnya yang selalu ceria beliau, uwa sempat membuat fiksi mini dengan
bahasa sunda, (uwa saya memang suka menulis dan jago bahasa sundanya), fiksi
mini itu sempat diterbitkan oleh sesama rekan di grup fiksi mini sunda oleh Pikiran Rakyat Online.
Berikut ini karya terkakhirnya :
Kuring lilir. Leungeun salaki katingal nindihan dada. Sukuna pabeulit jeung suku kuring, tapi naha bet teu karasa. Kuring ngahuleng , boa kuring mati rasa. Leungeunna ku kuring diiserkeun lalaunan, karasana tembus siga euweuh nanaon. Beuki helok.
Kuring hudang bari teu puguh rarasaan, turun tina dipan. Ditempo salaki ngageubra masih nangkeup awak kuring.
Emm, boa kuring teh geus maot. Kuring lumpat ka kamar si bungsu, tibra. Ku kuring digalentoran siga teu karasaeun, cimata murubut teu kaampeuh. Lumpat deui ka kamar si cikal can sare ku kuring ditangkeup, jongjon ngetik teu reaksi. Cipanon meuweuh beuki rosa, gap deui ka adina nu geus tibra sare, disun tarangna bari diusapan. Pileuleuyan bageur, hampura Ibu. Jung kuring nangtung kaluar ti kamar, kadangu sora salaki sasambat ka Gusti...Ya Alloh ya Rokhman ya Rohim, kunaon ieu pun bojo, Gustiii...
Kuring asup ka kamar, nyampak salaki keur ngagugulung awak kuring bari teu weleh sasambat ka Gusti, leungeuna ngageuyah-geuyah dada.
Bu, sorana nalangsa, gap kana pipi, ditekenkeun kana baham, baham muka saeutik. Bismillah. Karasa biwirna haneut antel kana biwir kuring ngirimkeun hawa panas kana tikoro. Kuring beunta, awak karasa leuleus. "Alhamdulillah, Gustiii,'' sora salaki pinuh kabungah.
Kami semua akan merindukanmu uwa,
ahhh kita belum sempat membuat kue macaroon bersama, saya belum membasuh kaki uwa
lagi meni-pedi seperti dulu, saya juga pasti merindukan sosok pendongeng hebat
tentang silsilah keluarga, dan sejarah masa lalu. Tapi ada rencana Tuhan yang
baik dari semua kejadian, terimakasih ya uwa atas semua kasih sayang, petuah
yang telah uwa berikan kepada kami, semua kenangan tentang uwa abadi di hati
kami. Sekarang kami semakin menikmati lagi dengan baik waktu bersama orang-orang
yang kami kasihi, karena kita tidak pernah tau berapa banyak lagi waktu bersama
mereka disini, Istirahat dalam damai ya wa, doa kami selalu menyertaimu, sampai
nanti kita bertemu lagi.