Friday, February 10, 2012

Take My Heart


Catatan Sabyan Djayadirengga, Awal Juni 2010

Aku sedang memarkirkan mobilku diparkiran kantor ketika Hiby menelponku untuk kedua kalinya, telepon pertama tadi ketika aku sedang sarapan, dia menceritakan tentang teman kuliahnya di Jakarta Art Institute..
            “She got the talent Byan, lo harus perhitungkan dia”
            “We’ll see okay, gw gak mau kasih harapan dulu” balas gw ke Hiby
            “Yang pasti lo gak bakalan kecewa” ucap Hiby yakin
            “Emang dia siapa elu sih by? Cewe lo?” selidik gw
“hahahaha, gw berharap sih gitu, beneran dia temen gw”
“Teman tapi mesra kali ampe lo reminder gw berulang kali” aku keluar dari mobil, mengeluarkan remote dan memijit tombol lock.
“Teman suerrrr kaga pake TTM-TTM-an, kagak percayaan amat sih lo ama adek sendiri” ujar Hiby sewot.
Wajar aja mengingat track record Hiby dalam urusan cewe.
Dan Brukkkkk
            “Aduh….” aku mendengar suara perempuan didepanku
            “Sorry…sorry” aku buru-buru minta maaf, melihat tasnya terjatuh.
            “Woiii, kenapa lo?” suara cempreng Hiby masih terdengar diseberang sana
            “Udah dulu ya!” aku langsung mematikan handphone
Aku buru-buru mengambil tas yang jatuh bersamaan dengan cewek itu juga berjongkok mengambil tasnya, akhirnya kepala kita saling beradu.
            “Aduh….” aku mendengar cewe itu mengaduh lagi
“I’m sorry, really, really sorry, kamu gak apa-apa?” aku refleks mengusap dahinya yang tadi berbenturan dengan dahi aku.
Dia cuman bengong menatap kelakuanku, dengan manik mata bulat lucu seperti dikomik-komik jepang. Dan jeda beberapa saat itu kita saling terpana dilapangan parkir kantor pagi-pagi.
            “Oh, Im fine” cewe itu berucap keluar dari awkward moment.
            “aku juga tadi buru-buru” dia meraih tasnya
“mau ngambil barang ketinggalan” dia menunjuk mobil yang diparkir disebelah mobilku.
“Oke, bye” dia menggoyangkan tangannya di depanku lalu pergi.
                                                                       ***
Cute, itu yang terbesit di dalam pikiranku lalu beralih ke hal yang lebih penting yaitu masalah pitching di kantor hari ini untuk mencari calon Art Director untuk kantor Advertising dimana aku bekerja.
Bisma, salah satu rekan di team kreatif langsung menyambutku dengan antusias  ketika aku masuk ruang meeting, dia menepuk aku dengan berkas file.
“Thanks God ternyata salah satu dari 3 kandidat Art Director kita adalah cewe, jadi gw gak mati bosan melototin pitching dari laki-laki terus nanti” cerocos Bisma
Aku menggelengkan kepala mendengar cerocosannya Bisma, dan langsung mengambil berkas file yang diberikannya.
            “Dan yang wajib lo tau kandidat cewenya cantik pula, TOP deh” Puji Bisma
“Bisma…Bisma lo kayak gak pernah liat cewe cantik aja, bukannya kerja di dunia advertising yang dekat dengan dunia rekayasa visual udah jadi hal biasa” aku menyindir Bisma sambil memilah berkas di meja.
            “Heran gw dari mulai OB, adek gw ampe elo pada ngomongin kandidat cewe ini”
“lo belom ketemu dia aja lo bisa ngomong gitu, coba aja kalo lo dah ketemu, lo bakal mengakui itu, dan tatapan elo gw yakin gak bakal lepas natap dia”
“Lebay lo” ejek gw
“Nih gw kasih liat aja dulu port folionya” Bisma memperlihatkan macbooknya
Ada web yang etalase karya Ryumanda Aozora terpampang disana.
“Interesting” itu salah satu kalimat yang keluar dari mulutku, gak mau lama-lama berargumentasi karena pitching untuk Art Director sebentar lagi dimulai.
***

Namanya Ryumanda Aozora, dia lulusan Jakarta Art Institute jurusan Dekomvis, diantara 2 kandidat lainnya, dia satu-satunya lulusan lokal institute, selama ini dia kerja freelance, dan terakhir dia jadi asisten art director di advertising agency lain untuk menangani iklan rokok dengan thema adrenalin junkie, sementara yang lain lulusan luar negri, tapi meskipun begitu, Ryu nama panggilannya mampu bersaing dengan 2 pesaingnya dalam pitching kali ini. Dia melakukan tehnik story telling yang mampu membuat kami acceptance.
Gak salah emang kata Hiby, temennya ini memang punya talent. She got something special dan menariknya lagi sebelum pitching, kita pernah tabrakan di parkiran.
Aku cukup kaget ketika dia muncul dari balik pintu ke ruang meeting yang dipakai untuk pitching, dan aku  pikir juga Ryu merasakan hal yang sama, karena dia juga menatapku beberapa lama lalu mengubah bahasa tubuhnya.
Dan sialnya si Bisma benar. Mungkin aku juga lebay. Pesona Ryu dengan oriental Look yang lucu, gesture yang mantap, menampilkan impresi percaya diri yang kuat. Gak heran sedari awal She take my heart.
***
             “Jadi Ryu diterima neyh jadi Art Director di kantor lo?” tanya Hiby malam harinya
            “Yup, She got the job” jawabku ringkas
            “Yes, i knew it, she can do that” seru Hiby excited
            “Thanks a lot, my bro”
“gw lagi yang harus berterimakasih karena lo udah ngajuin temen lo itu jadi art director di kantor gw”
“So lets celebrate it” ajak Hiby
“Lo gabung diacara kita ya minggu siang nanti”
“acara apaan?”
“udah pokoknya gw call elo pas deket acaranya”
“Bukannya Ryu yang harusnya ngundang gw”
“Ryu juga pasti dukung gw kalo gw ngundang lo!”
Hiby menepuk pundak gw
***
Minggu siang aku berangkat ke selesar Jakarta Art Institute, almamaternya Ryu dan Hiby, disana ada acara konser musik amal untuk anak-anak jalanan, hasil konser amal ini nanti dipakai untuk membantu biaya pendidikan mereka. Mereka berdua mengundangku, karena adikku Hibysana Djayadirengga turut berpartisipasi dalam acara konser amal ini, dia memainkan turn table andalannya, iya dia DJ Hiby, karena dulu kuliah jurusan musik.
Crowded atmosphere langsung menyergap ketika hiby mulai main berkaloborasi dengan teman-teman musikus yang lain yang semakin lama mampu membuat hip suasana, terlihat dari gerakan tubuh para penikmat musik dibawah.
Dan ditengah keramaian itu aku mencari Ryu, aku belum melihatnya, dimanakah dia?
Meski di kantor kita sering ketemu, tapi aku tak pernah bosan memperhatikannya, justru sekarang semakin penasaran, ingin melihatnya diluar urusan kantor.
            “Hai Pa Sabyan Djayadirengga” seseorang memanggil dari belakang
            Aku menoleh dan Ryu ada disana membidikan camera dslrnya ke arahku
            “Gotcha..” dia menyeringai riang
            “Hei paparazi, ngambil foto orang sembarangan”
            “memang konsepnya candid camera, akukan seksi dokumentasinya” Ryu mengelak
            “Pa Byan sendirian’ tanya Ryu, kepalanya melirik ke kanan kiri
            “kalau sendiri kenapa? Mau nemenin?” balas ku iseng
            “emang ada jobdescnya ya nemenin general manajer” tanya ryu pura-pura lugu
“Kalau gitu jangan manggil pa, dong, atribut kantornya dilepas dulu, jadi aku bebas minta ditemenin nonton konser”
“Tapi aku harus motret Hiby, taukan meski jadi DJ yang so cool gitu, dia narsis juga”
“cukup tau”  aku mengangguk setuju
“oke kalau begitu” Ryu tersenyum manis
***
“Ryu kamu kenal Hiby dimana?” bukannya beda jurusan” tanyaku ketika kami duduk dibangku yang disediakan di salah satu stand makanan.
Ryu menyeruput teh dalam kemasan botolan, pipinya bersemu merah kepanasan tapi dia tidak mengeluh.
“Dulu aku bantuin desain cover album kompilasinya Hiby trus berlanjut ke job-job selanjutnya, semacam simbiosis mutualisme”
            “hmmm menarik”
“iya kita emang temenan cukup lama, dari mulai teman kampus, teman hang out, teman curhat, teman, fitness, teman arisan…”
“apa, arisan?”
“iya arisan” Ryu mengangguk lalu tersenyum
Dan kayaknya aku gak usah lanjutin minum es teh lagi, liat senyum Ryu aja udah mampu menyejukan hati, dan point pastinya Ryu dan hiby Cuma temenan.
***

Yes, She take my heart
Lepas acara itu kita memang jarang bareng berdua, kalau pergi pasti rame-rame bareng teman kantor kalau enggak bareng Hiby. Dan aku disibukan meeting luar kota, Ryu dengan deadline kantornya. Tapi Ryu seperti terperangkap dalam hati dan pikiran aku. She’s enter my mind and cant find the exit sign.
Tapi aku gak mau terlalu open seperti Bisma atau anak-anak kantor lainnya yang mengejar perhatian Ryu.
Sampai kesempatan itu datang dengan sendirinya 4 bulan kemudian disuatu minggu siang aku gak sengaja ketemu Ryu di tempat praktek temanku, seorang dokter hewan.
Ryu terkejut melihatku keluar dari tempat praktek dokter hewan tapi tidak membawa binatang peliharaan apapun, sementara Ryu membawa anjing mini red poodle miliknya yang diberi nama momo.
“Momo mau divaksin, kalau om Byan lagi ngapain disini?” tanya Ryu sambil memangku momo, seakan mewakili momo bicara padaku.
            “nemenin momo divaksin”
            “hmmmm boong, bu dokter temennya om Byan yah atau pacarnya om Byan?’
“Momo mau tau aza” aku mengelus kepala momo dengan gemas. Gemas ama pemiliknya juga hahaha
***


Aku menunggu Ryu selesai di tempat praktek dokter hewan itu lalu mengajaknya ngopi-ngopi, di kopitiam oey favorit aku didaerah tebet, she’s my lovely coffeetime mate ever and she take my heart.
“Emang kenapa kalo bu dokternya girl friend om Byan, Momo?” tanyaku ketika memangku momo sambil duduk santai di coffee shop. Ryu yang sedang menikmati kopi Indotjinanya langsung menatapku.
“nanti momo jelous” responnya sambil tertawa
Kita berdua tertawa.
Entah kenapa Ryu melancarkan aksi flirting seperti itu ketika bersamaku, sikapnya memang berbeda jika didepanku dibanding dengan teman-teman kantor yang lain bahkan terhadap Hiby, meski mereka tetap bercandanya hancur-hancuran tapi gak pernah mancing-mancing dengan aksi gombal warming seperti akhir-akhir ini yang aku dan Ryu lakukan.
“kalo bu dokter pacarnya om Byan trus ngapain om Byan pergi kencan ama nyokapnya momo disini”
Gukkk…gukkk momo mengibaskan ekornya
“Jadi judulnya ini kencan ya” Ryu memandangku dengan binar mata yang membuatku terpana seperti pertama kali kita bertemu.
“Iya sekarang kita judulnya kencan” Aku mengangguk
“Hmmm…ajakan kencan yang aneh” Ryu tertawa geli, disambut momo yang menggonggong gembira.
*cerita ini pernah dipublikasikan di #11project11days oleh www.nulisbuku.com

No comments:

Post a Comment