Wednesday, June 24, 2009

PERAIH NOBEL PERDAMAIAN PROFESOR MUHAMMAD YUNUS


If the misery of the poor be caused not by the laws of nature, but by our institutions, great is our sin. ~Charles Darwin~

Yunus tegak di sisi lain dengan konsistensi yang garang. “Kemiskinan tercipta karena kita membangun kerangka teori berbasis sebuah asumsi yang merendahkan kapasitas manusia. Kemiskinan lebih disebabkan oleh kekeliruan pada level konsepsual, daripada kurangnya kemampuan orang yang berada pada kemiskinan itu.”

Yunus mengecam konsep bisnis kapitalis, yang menjebak kita menjadi manusia yang monodimensial, yang tujuannya semata-mata memaksimalkan profit. Pengusaha, apalagi para karyawannya tak lebih dari sekadar mesin pencari laba.Paradigma itulah, yang mencabut dimensi politik, emosional, sosial, spiritual, dan kepekaan lingkungan dari diri seorang pengusaha. Awalnya mungkin cuma semacam simplifikasi yang reasonable, tetapi pada perkembangan selanjutnya sudah mengikis hal yang paling esensial dari kehidupan seorang manusia.

Manusia adalah ciptaan menakjubkan, atau paling menakjubkan, dengan kemampuan dan kualitas yang sesungguhnya tidak terbatas. Konstruksi teoritikal kita mestinya menyediakan ruang yang cukup, bagi mekarnya kualitas itu, bukan malah menyingkirkan dan mengebirinya dengan asumsi-asumsi yang dangkal tadi.
Sebagian besar persoalan di dunia saat ini, muncul dari pengekangan itu. Wajar,hingga hari ini, dunia belum kunjung bisa memecahkan problem kemiskinan yang diderita lebih dari separuh penghuninya.
Pelayanan kesehatan, salah satu hak paling mendasar manusia, masih begitu jauh dari jangkauan mayoritas warga dunia. Bahkan negara-negara terkaya dengan pasar paling bebas, nyatanya belum bisa memberikan pelayanan kesehatan pada minimal seperlima populasinya.

Kita, begitu terpesona dengan “pencapaian impresif” pasar bebas, yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi, bak lesatan meteor, sehingga tak lagi punya keberanian untuk mempertanyakan ulang asumsi yang keliru itu. Celakanya lagi, mereka malah semakin keras bekerja, mentransformasikan dirinya, sedekat mungkin kepada ke arah manusia monodimensial.

Yunus tak lupa menyampaikan peringatan, “Kemiskinan adalah ancaman terbesar bagi perdamaian”. Orang yang terjebak di lembah kemiskinan, dan tak melihat ada jalan untuk keluar, akan dengan mudah berubah menjadi pemarah, perusuh, bahkan teroris. Selama masih ada di berpunya dan si tak berpunya, jangan harapkan akan ada damai sejati di muka bumi.

Tapi bukan Yunus namanya kalau tidak menawarkan harapan. “Saya yakin pada kemampuan manusia, untuk menciptakan apa yang mereka sungguh inginkan. Kita ciptakan apa yang kita mau, kita dapatkan apa yang kita inginkan, atau yang tidak kita tolak. Selama ini kita menerima kenyataan, bahwa akan selalu ada si miskin di sekeliling kita, dan bahwa kemiskinan sudah merupakan “takdir” kemanusiaan. Inilah penyebab mengapa kemiskinan memang tak kunjung hilang.

“Jika saja kita bersikukuh percaya, bahwa kemiskinan adalah sesuatu yang tidak bisa kita terima, dan tidak semestinya ditemukan dalam peradaban kita, kita sesungguhnya sudah mulai membangun kerangka yang kuat, sebuah institusi sekaligus kebijakan, untuk menciptakan dunia yang bebas kemiskinan”.

Yunus yang justru meraih sukses setelah membalikkan teori ekonomi. Misalnya saja, dalam teori ekonomi, bank biasanya 'mengajurkan' untuk menjauhi debitor perempuan. Namun Yunus memilih membalikkan teori itu dan justru merangkul kaum perempuan. Mereka diberi kredit murah, tanpa jaminan. "Dia (Yunus) itu selalu membalik teori ekonomi yang ada. Misalnya, kalau bank anti perempuan, namun Yunus malah melibatkan perempuan. Contoh lainnya, bank akan meminta bukti surat menyurat untuk sebuah kredit. Namun Yunus justru memberikan kredit secara paperless. Kredit bank juga memerlukan jaminan riil. Namun tidak dengan Grameen Bank yang dirintis Yunus. Para peminta kredit di Grameen Bank tak perlu memberikan jaminan. Jaminannya hanyalah kepercayaan. "Jadi semua teori ekonomi dibalik oleh Prof Yunus,".

Apa sebenarnya yang melatarbelakangi Yunus memutarbalikkan sejumlah teori ekonomi itu? Pastinya, Yunus hanya mengaku bahwa dirinya bisa bahagia bila bisa membantu orang lain terutama rakyat Bangladesh untuk keluar dari kemiskinan. Caranya adalah dengan lebih banyak melibatkan kaum perempuan mengelola Grameen Bank. "Saya paling berbahagia karena bisa membantu orang lain dengan cara kerja seperti itu. Meski itu tidak saya kerjakan sendirian, tapi oleh rekan-rekan saya juga dan ada banyak mahasiswa saya yang terlibat. Bahkan ada banyak mahasiswa yang ikut bekerja setelah 3 tahun namun hanya menerima gaji sekali, meski tidak banyak jumlahnya. Dan mereka juga mau bekerja dengan saya," urainya. Siapa yang memberi jaminan utang itu akan kembali dan bagaimana caranya? "Caranya ya diajak bicara. Sebab orang pinjam uang itu karena ada masalah, sehingga jangan ditambah masalah lagi. Kalau dengan sistem yang dibuat bank, pasti akan timbul masalah. Jadi kalau saya menyelesaikannya kita ajak bicara," ujar Yunus dengan bijak. Tak hanya diberi kredit, kaum ibu pun juga diberi semacam pendampingan oleh sebuah Dewan yang beranggotakan pula kaum perempuan. Dewan itu akan memberikan semacam saran kepada seseorang yang akan menggunakan dananya untuk berinvestasi. Semudah itukah mempraktekkannnya di Indonesia? "Kalau di Indonesia, ini memang agak susah karena kenyataannya tidak ada bank yang secara riil prokemiskinan atau pro UKM. Itu tidak ada. Yang ada adalah bank yang melayani yang besar saja, yang kecil tidak," kritiknya.
Well, tak ada salahnya mencoba resep prof. Yunus kan?

No comments:

Post a Comment