Masih ingatkah anda dengan fenomena naiknya penjualan
Magnum secara drastis di penghujung tahun 2010 lalu? Lama tidak terdengar,
produk es krim besutan Wall’s itu mendadak menggebrak pasar dalam kurun waktu
yang terbilang cukup singkat. Strategi promosi seperti apa yang dilancarkan
Wall’s sehingga mendulang kesuksesan seperti itu?
Artikel ini mencoba mengulas strategi promosi dibalik
kesuksesan tersebut.
Promosi adalah suatu usaha dari pemasar dalam
menginformasikan dan mempengaruhi orang atau pihak lain sehingga tertarik untuk
melakukan transaksi atau pertukaran produk barang atau jasa yang dipasarkannya.
Promosi memiliki beberapa tujuan , yakni untuk menyebarkan informasi produk
kepada target pasar potensial, mendapatkan kenaikan penjualan dan profit,
mendapatkan pelanggan baru dan menjaga kesetiaan pelanggan, menjaga kestabilan
penjualan ketika terjadi lesu pasar, membedakan serta mengunggulkan produk
dibanding produk pesaing, serta membentuk citra produk di mata konsumen sesuai
dengan yang diinginkan.
Salah satu konsep terkait Promosi adalah Bauran
Promosi (Promotional Mix). Bauran Promosi merupakan gabugan dari berbagai
jenis promosi yang ada untuk suatu produk yang sama agar hasil dari kegiatan
promo yang dilakukan dapat memberikan hasil yang maksimal. Sebelum melakukan
promosi sebaiknya dilakukan perencanaan matang yang mencakup Bauran Promosi
yang terdiri dari : iklan (iklan koran, majalah, radio,
katalog, poster), publisitas positif maksimal dari pihak-pihak
luar, promosi dari mulut ke mulut (word of mouth) dengan
memaksimalkan hal-hal positif, promosi penjualan dengan mengikuti
pameran, membagikan sampel, public relations yang
mengupayakan produk diterima masyarakat, serta personal selling
atau penjualan personal yang dilakukan tatap muka langsung.
Sejauh ini, kita sudah cukup membahas mengenai
definisi promosi dan konsep- konsep yang terkandung di dalamnya. Sekarang mari
beranjak ke studi kasus sesungguhnya : analisa promosi es krim Magnum.
Magnum pada awalnya hanyalah sebuah varian produk dari
Wall’s yang ditujukan bagi segmen pasar usia dewasa dan kalangan menengah,
mengingat harganya yang lebih mahal dibanding es krim pada umumnya. Saya ingat
betul, sewaktu saya masih duduk di bangku SD kakak sepupu saya selalu mengajak
membeli es krim. Saya selalu disuruh memilih mau Magnum atau Paddle Pop, dan
saya memilih Paddle Pop, sementara beliau selalu setia dengan pilihannya,
Magnum. Tidak ada yang special dari Magnum kala itu. Wall’s juga sepertinya
tidak melakukan inovasi dalam hal rasa dan penampilan Magnum. Produk ini bisa
dibilang ‘terabaikan’, hingga kemunculannya kembali di penghujung tahun 2010 .
Mendadak, iklan Magnum dengan pencitraan ‘sensasi makan es krim bak putri raja’
dan ‘made of Belgium chocolate’ dengan sukses menyita perhatian publik
di televisi. Saya pribadi menganggap tidak ada yang special dari iklan
tersebut, kecuali kekaguman saya akan totalitas properti (baju kerajaan, balkon
istana) , pemilihan lokasi syuting, hingga jumlah cast yang kolosal
dalam iklan itu .
Meskipun demikian, anggapan saya bahwa iklan itu
‘biasa-biasa’ saja ternyata salah. Terbukti, salah seorang teman berujar pada
saya “ udah lihat iklan Magnum? Bikin ngiler banget deh. Jadi pingin beli
nih.” Padahal teman saya itu mahasiswa ilmu komunikasi yang seharusnya
berpikir kritis terhadap media, khususnya iklan. Hebat sekali ya, Magnum ini..
pikir saya ketika itu. Magnum juga sekaligus melakukan segmentasi pasar yang
lebih luas melalui iklan yang ‘menggugah’ itu. Adik sepupu saya, umur enam tahun
bahkan ikut merengek setiap kali melihat iklan Magnum di televisi, minta
dibelikan. Dari sini bisa disimpulkan bahwa Magnum berhasil memperluas segmen
pasarnya: tidak hanya terbatas pada kalangan dewasa lagi , tetapi sudah
merambah pasar anak-anak dan remaja.
Jadi, sebenarnya apa promosi yang dilakukan Wall’s
untuk memasarkan Magnum ? berdasarkan pengamatan, saya menemukan
bahwa Wall’s menggunakan beragam jenis media , mulai dari Word of Mouth
(WOM) atau promosi yang dilakukan dari mulut ke mulut, media konvensional
seperti Televisi, juga media baru berupa jejaring sosial Twitter.
Saya akan mengkaji bagaimana Wall’s melakukan promosi melalui media – media
tersebut.
Pada bulan November 2010 Magnum mengadakan sebuah
event di Senayan City dimana para twitter user yang menggunakan Magnum ribbon
di avatar mereka, akan mendapatkan sebuah eskrim Magnum gratis. Promosi ini
diawali dengan pemberitahuan di twitter resmi Magnum Indonesia yaitu
@MyMagnumID. Dari twitter tersebutlah, semua orang berlomba – lomba menggunakan
Magnum ribbon di avatar mereka, juga menggunakan hashtag tertentu untuk
berpartisipasi dalam kuis yang diselenggarakan oleh account resmi Magnum
Indonesia tersebut. Jadilah seharian itu Senayan City dipenuhi antrian
masyarakat yang penasaran dengan Magnum, apalagi event tersebut dihadiri
sejumlah artis dan sosialita, sehingga menciptakan product image
Magnum sebagai es krim premium yang berkualitas namun terjangkau dan massal.
Selanjutnya, Anda tentu masih ingat dengan fenomena
‘menghilangnya’ Magnum dari peredaran justru ketika promosinya sedang naik
daun? Ternyata hal tersebut diakui PT Unilever sebagai strategi Word of
Mouth (WOM) mereka. WOM secara harfiah berarti ‘mulut ke mulut ’.
Maksudnya, promosi sebuah produk bukan hanya dilaksanakan oleh perusahaan,
tetapi juga dibantu oleh rekomendasi dari konsumennya sendiri kepada konsumen
lain. Diharapkan, masyarakat yang telah berkesempatan mencicipi akan
merekomendasikan rasanya kepada orang orang terdekat, baik melalui media
(twitter , facebook, atau jejaring sosial lainnya) maupun via tatap muka secara
langung. Selama beberapa waktu Magnum memang menjadi sulit ditemukan di
mana-mana. Bahkan sampai ada teman saya yang membeli stok Magnum selusin
sekaligus untuk kemudian ia jual lagi mengingat tingginya animo masyarakat
terhadap es krim ini. Justru karena langkanya Magnum ini, masyarakat dibuat
semakin penasaran dan tertarik untuk membeli karena meyakini bahwa kelangkaan
tersebut disebabkan oleh tingginya permintaan.
Word of Mouth dan Jejaring sosial merupakan media baru
yang efektif dalam mempromosikan produk. Minim biaya tetapi berpengaruh besar (low
budget, high impact). Mengapa demikian? Dahulu ketika metode promosi masih
bersifat one to many (perusahaan yang selalu mempromosikan kepada
publik), jumlah investasi yang ditanamkan tidaklah sedikit, sehingga biaya
promosi seringkali lebih besar dibandingkan hasil penjualan. Namun kini setelah
diciptakan media jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook, promosi
berkembang sifatnya menjadi many-to-many, artinya masyarakat lah yang
melakukan kegiatan promosi.
Untuk mendukung gagasan bahwa media baru berperan
penting dalam efektivitas kegiatan promosi, saya menambahkan beberapa
pernyataan Sumardy, seorang pengamat pemasaran dari Octobrand. Menurutnya, es
krim merupakan produk yang tergolong impulse buying product sehingga
kegiatan pemasaran dan promosi akan dengan mudah memengaruhi sifat impulsif
konsumen untuk membeli es krim. “Promosi yang dilakukan tentunya akan
memberikan efek jangka pendek yang impulsif,” ujarnya. Selain itu, Sumardy
menambahkan, integrasi dengan media sosial atau digital yang bisa diakses
lewat ponsel tentunya juga akan membantu sifat impulsif tersebut karena
konsumen di perkotaan membawa ponsel ke mana-mana. “Mungkin membaca status
Twitter dan sebagainya sehingga impulse buying-nya lebih terpengaruh.”
Namun menurutnya, tantangan terbesar adalah bagaimana mengubah impulse buying
ini menjadi repeat buying, apakah harus tergantung pada promosi sesaat
lagi atau memang konsumen bisa terpengaruh oleh rasa atau kualitas produknya.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa Wall’s dan Unilever
selaku perusahaan pemegang brand Magnum melakukan strategi promosi yang
inovatif serta mampu mengikuti perkembangan teknologi. Promosi yang sifatnya
horizontal, bukan lagi vertikal, berhasil membuktikan bahwa untuk memenangkan
persaingan komunikasi promosi bukan lagi dengan menggunakan budget yang
besar, tetapi sekarang bagaimana produsen dapat merebut hati konsumen dan
membangun kepercayaan mereka tehadap produk tersebut. Semoga promosi yang baik
ini diiringi juga dengan kualitas produk sehingga angka penjualannya tetap
stabil. Semoga!
REFERENSI :
2. www.Expassy.org
: “Promotion vs Conversation”
3. www.organisasi.org
: definisi, pengertian promotional mix / bauran promosi
4. mediashock.blogdetik.com :
twitter-sebagai-alat-promosi
No comments:
Post a Comment