Dalam dunia pemasaran (marketing) kita tahu bahwa
ada banyak sekali strategi marketing yang dapat diterapkan untuk mencapai
kesuksesan. Tetapi, strategi marketing yang paling awal dan sederhana dapat
kita lihat dari Marketing Mix (Bauran Pemasaran), yang dicetuskan oleh
Philip Kotler, yang meliputi 4P, Product, Price, Place,
dan Promotion. Bahkan sampai sekarang
banyak sekali dapat kita lihat pelaku-pelaku pasar yang berpedoman pada Bauran
Pemasaran ini.
Seperti telah disebutkan sebelumnya salah satu faktor yang penting dalam Bauran
Pemasaran ini adalah Place (tempat). Tempat yang dimaksud di sini
adalah Negara, kota, atau bahkan area yang dapat menarik para konsumer
potensial. Pasar dalam hal ini dapat dibedakan berdasarkan tempatnya, yaitu
antara lain marketplace, marketspace, dan metamarkets[1].
Marketplace adalah pasar pada umumnya yang memiliki fisik secara utuh,
misalnya toko atau mall. Marketspace adalah pasar yang berbentuk
digital, misalnya ketika kita melakukan online shopping. Sedangkan metamarkets
adalah pasar yang menjual produk atau pelayanan yang dekat dengan pikiran
konsumer tetapi tersebar dalam berbagai industry, misal pasar otomotif meliputi
pasar onderdil, pihak asuransi, pelayanan, majalah otomotif, dsb.
Meskipun banyak dari kita tahu bahwa online shop sedang menjamur
dimana-mana sekarang ini, tetapi kita dapat melihat retailer seperti Alfamart dapat tetap bertahan sebagai pemain lama di
industri ini. Kenapa? Padahal kita tahu bahwa marketspace sekarang
lebih digemari daripada marketplace. Hal apa saja yang membuat mereka
bertahan atau bahkan bertambah sukses?
Sampai sekarang Alfamart yang berdiri dari 1999 sudah mencapai lebih dari 2.779
gerai[2]
dan terus saja bertambah untuk mengimbangi saingannnya itu. Saking begitu
banyaknya gerai yang ada, kita dapat menjumpai Alfamart dalam yang sangat.
Apalagi gerai-gerai ini biasanya terletak pada wilayah yang strategi dengan
mobilitas yang tinggi. Namun, pembukaan begitu banyak gerai ini bukan berarti
tanpa perhitungan, waralaba ini sebenarnya menjalankan Bauran Pemasaran yaitu Place
atau dapat juga kita sebut sebagai strategi distribusi.
Strategi distribusi yang dimaksudkan disini adalah berusaha menciptakan jalur
(channel) agar produk dapat mengalir dari produsen ke konsumen.[3]
Strategi distribusi ini juga dapat berarti berusaha membuat produk tersedia
setiap kali konsumen menginginkannya, dimana saja dan kapan saja.[4]
Alfamart berusaha menjangkau konsumen sampai level
yang terdekat yaitu di perumahan atau jalan-jalan raya sekalipun, sehingga
ketika konsumen membutuhkan produk yang diinginkan, Alfamart sebagai retailer berhasil untuk
menyediakannya. Tentu saja semua orang menyukai apabila mereka dapat mengurangi
usaha untuk mendapatkan produk yang mereka inginkan. Semakin dekat akan semakin
baik. Apalagi sistem waralaba yang diterapkan metodenya relatif fleksibel,[5]
untuk daerah yang besar pertama-tama akan dibagi dulu wilayahnya, misalnya
berdasarkan kecamatan dan kabupaten. Kemudian pada kecamatan tersebut akan
dibuka dua sampai tiga gerai, apabila memiliki perkembangan yang bagus maka
akan dibuka kesempatan untuk membuka gerai yang baru di daerah tersebut. Metode
yang relatif fleksibel ini membuat banyak orang tergiur untuk bergabung dengan
usaha waralaba mereka, tidak heran gerai mereka terus bertambah banyak.
Tetapi retailer ini tetap berusaha untuk menerapkan prinsip efisiensi agar
pembukaan gerai tidak menjadi nafsu persaingan semata. Dengan kata lain,
pembukaan gerai-gerai ini hanyalah langkah awal yang mereka lancarkan untuk
menerapkan ekspansi yang lebih besar.
Bagaimanapun kita harus menyadari bahwa barang atau pelayanan yang bagus
ataupun berkualitas sekalipun akan menjadi sia-sia bila tempat atau
strategi distribusi ini tidak berjalan dengan baik. Bayangkan bila produk yang
kita inginkan tidak ada, maka kita akan enggan lagi untuk mencari produk
tersebut, sehingga hasilnya kita tidak akan setia lagi. Hal inilah yang
berusaha para retailer ini janjikan dengan perusahaan atau brand yang
digandengnya. Retailer seperti Alfamart membuat produk-produk yang mereka jual
menjadi mudah dijangkau. Sebut saja Unilever, produk-produk milik mereka dapat
dengan mudah kita temukan di Alfamart, hal inilah yang membuat produk-produk
mereka semakin dikenal. Contoh lain adalah produk Sasha (pewarna rambut) yang
dapat ditemukan di Alfamart meningkat penjualannya, hal inilah yang tidak dapat
dilakukan produk seperti Loreal atau Rudi Hadisuwarno yang mahal dan tidak
menjangkau pasar secara keseluruhan, padahal kita tahu kualitas produk Sasha
tentu saja di bawah produk-produk yang sudah terkenal seperti Loreal.
Sebenarnya, ada banyak sekali jenis retailer. Berikut adalah jenis-jenis
retailer yang utama:[6]
a) Department store
: menyediakan beberapa jenis produk seperti pakaian, peralatan rumah tangga,
dengan bagian-bagian terpisah yang memiliki pembeli yang berbeda-beda.
b) Supermarket
: relatif besar, harga murah, volume besar, operasi pelayanan diri sendiri,
untu melayani kebutuhan total sperti makanan, laundry, dan produk untuk rumah
tangga.
c) Convenience
store : toko yang relative kecil dan dekat dengan area pemukiman,
buka sepanjang waktu, tujuh hari seminggu, dan memiliki jenis produk yang
terbatas. Kadang juga menyediakan roti isi, kopi, atau softdrinks.
Dapat disimpulkan bahwa
Alfamart sudah berdiri sejak lama ini memposisikan dirinya sebagai convenience
store, bukan berusaha menjadi seperti department store, ataupun
supermarket. Namun inilah yang membuat Alfamart menjadi tepat dalam strategi Place-nya,
hal ini disebabkan oleh tidak setiap orang dapat setiap hari mengunjungi
department store atau supermarket untuk memenuhi kebutuhan mereka, mereka akan
mencari alternatif yang lebih dekat dan mudah seperti convenience store
yang konsepnya diterapkan Alfamart dan Indomaret.
Strategi distribusi pada umumnya terdiri atas jalur saluran seperti berikut:
Dari bagan di atas kita dapat melihat bahwa jalur
yang harus ditempuh produsen menjadi panjang untuk mencapai tangan konsumen,
hal ini akan menyebabkan biaya distribusi menjadi semakin besar, tetapi dengan
hadirnya retailer besar seperti Alfamart, maka pabrik dapat dengan mudah
mencapai tangan konsumen tanpa harus melewati jalur grosir terlebih dahulu. Ini
membuat biaya distribusi semakin murah dan ini pulalah yang menyebabkan harga
produk pada retailer besar seperti Alfamart dapat lebih murah dari pada toko konvensional
biasa. Ditambah lagi dengan fasilitas pelayanan yang cepat dan tempat yang
nyaman (tempat bersih dengan penerangan yang baik) membuat konsumen semakin
betah untuk berbelanja pada retailer seperti itu.
Ada tiga
jenis channel/market coverage (cakupan pasar) berdasarkan intensitas
distribusinya, yaitu:[7]
1) Intensive distribution. Pemasaran
yang berusaha menjangkau pasar sampai tingkat maksimal. Biasanya produk sangat
mudah didapatkan dan mudah ditemukan dimana-mana. Berusaha membuat cabang atau outlet
yang tersebar di berbagai tempat dalam satu area.
2) Selective
distribution. Pemasaran menggunakan cakupan yang lebih sempit, atau pada
cakupan menengah. Biasanya pada produk-produk elektronik atau pada
produk-produk lain yang membutuhkan pelayanan bantuan dalam memilih produk yang
diinginkan, sehingga pegawainya pun membutuhkan pelatihan dan keahlian tertentu.
3) Exclusive
distribution. Pemasaran menggunakan jalur penengah yang sangat sedikit dan
hanya mencakup area pasar tertentu. Biasanya pada produk-produk eksklusif atau
mahal yang membutuhkan spesialisasi pelayanan dan pengetahuan dari para penengahnya.
Contohnya adalah jam tangan Rolex.
Kembali pada kasus
sebelumnya, Alfamart seperti dapat kita lihat, berusaha menjadi distributor
yang intensif. Pegawainya tidak memerlukan keahlian yang khusus dan outletnya
tersebar dalam area yang sempit sekalipun bisa mencapai dua hingga tiga gerai.
Dan bila kita telusuri lebih lanjut ada beberapa alasan yang mempengaruhi
keputusan untuk menjadi distributor intensif ini, (1) kebutuhan masyarakat akan
produk-produk tertentu, (2) kebutuhan masyarakat akan tempat berbelanja yang
dekat dengan tempat tinggal (aksesibilitas tinggi) dan nyaman, (3) kebutuhan
masyarakat akan pelayanan yang cepat dan ramah, (4) kebutuhan masyarakat untuk
berbelanja dengan berbagai bentuk pembayaran (dalam hal ini toko konvensional
tidak dapat menyediakan pembayaran dengan bentuk kartu kredit ataupun debet),
dan terakhir (5)kebutuhan masyarakat akan produk berkualitas dengan harga yang
kompetitif.
Kesimpulannya, retailer lokal yang besar seperti Alfamart telah menerapkan
Bauran Pemasaran, yang dalam hal ini merupakan strategi distribusi atau Place,
dengan tepat dan baik karena sudah memperhatikan kebutuhan pasar dan berusaha
untuk memenuhinya dengan baik. Yang jelas retailer ini telah berhasil dalam
mengembangkan ekspansinya bahkan pada level yang terendah sekalipun, yaitu pada
kawasan perumahan, yang paling dekat dengan konsumen. Alfamart dapat tetap
bertahan dalam era yang penuh dengan marketspace dan dapat bertahan
dengan konsep marketplace-nya yang memiliki bentuk fisik. Dengan kata
lain, meskipun internet marketing telah menjamur, konsumen pada
dasarnya tetap membutuhkan tempat berbelanja atau pasar dalam bentuk yang nyata
seperti Alfamart ini.
[1]
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller, Marketing Management (12 ed.),
(New Jersey: Pearson Education, 2006), h. 12-13.
[2]
Dikutip dari http://indocashregister.com/2010/02/18/perjalanan-panjang-pertarungan-alfamart-vs-indomart/
tanggal 13/05/2011, 12:35 PM.
[3]
Gitman, Lawrence J. dan Carl McDaniel, The Future of Business: The
Essentials, (Mason: Cengange Learning, 2008), h. 295.
[4]
Lamb, Charles W, dkk., Essentials of Marketing, (Mason: Cengange
Learning, 2008), h. 46.
[5]
Dikutip dari http://indocashregister.com/2010/02/18/perjalanan-panjang-pertarungan-alfamart-vs-indomart/
tanggal 13/05/2011, 12:35 PM.
[6]
Kotler, Philip, Marketing Management (11 ed.), (New Jersey: Pearson
Education, 2003), h. 536.
[7]
Lancaster, Geoff dan Frank Withey, CIM Coursebook 06/07: Marketing
Fundamentals, (Oxford: Butterworth-Heinemann, 2006), h. 164-165.
Membutuhkan informasi manuver pemasaran Alfamart lainnya, bisa di baca disini :
No comments:
Post a Comment