Friday, March 2, 2012

Strategy Pemasaran Alfamart


Dalam dunia pemasaran (marketing) kita tahu bahwa ada banyak sekali strategi marketing yang dapat diterapkan untuk mencapai kesuksesan. Tetapi, strategi marketing yang paling awal dan sederhana dapat kita lihat dari Marketing Mix (Bauran Pemasaran), yang dicetuskan oleh Philip Kotler, yang meliputi 4P, Product, Price, Place, dan Promotion. Bahkan sampai sekarang banyak sekali dapat kita lihat pelaku-pelaku pasar yang berpedoman pada Bauran Pemasaran ini.
 
            Seperti telah disebutkan sebelumnya salah satu faktor yang penting dalam Bauran Pemasaran ini adalah Place (tempat). Tempat yang dimaksud di sini adalah Negara, kota, atau bahkan area yang dapat menarik para konsumer potensial. Pasar dalam hal ini dapat dibedakan berdasarkan tempatnya, yaitu antara lain marketplace, marketspace, dan metamarkets[1]. Marketplace adalah pasar pada umumnya yang memiliki fisik secara utuh, misalnya toko atau mall. Marketspace adalah pasar yang berbentuk digital, misalnya ketika kita melakukan online shopping. Sedangkan metamarkets adalah pasar yang menjual produk atau pelayanan yang dekat dengan pikiran konsumer tetapi tersebar dalam berbagai industry, misal pasar otomotif meliputi pasar onderdil, pihak asuransi, pelayanan, majalah otomotif, dsb.            
            Meskipun banyak dari kita tahu bahwa online shop sedang menjamur dimana-mana sekarang ini, tetapi kita dapat melihat retailer seperti Alfamart  dapat tetap bertahan sebagai pemain lama di industri ini. Kenapa? Padahal kita tahu bahwa marketspace sekarang lebih digemari daripada marketplace. Hal apa saja yang membuat mereka bertahan atau bahkan bertambah sukses?           
            Sampai sekarang Alfamart yang berdiri dari 1999 sudah mencapai lebih dari 2.779 gerai[2] dan terus saja bertambah untuk mengimbangi saingannnya itu. Saking begitu banyaknya gerai yang ada, kita dapat menjumpai Alfamart dalam yang sangat. Apalagi gerai-gerai ini biasanya terletak pada wilayah yang strategi dengan mobilitas yang tinggi. Namun, pembukaan begitu banyak gerai ini bukan berarti tanpa perhitungan, waralaba ini sebenarnya menjalankan Bauran Pemasaran yaitu Place atau dapat juga kita sebut sebagai strategi distribusi. Strategi distribusi yang dimaksudkan disini adalah berusaha menciptakan jalur (channel) agar produk dapat mengalir dari produsen ke konsumen.[3] Strategi distribusi ini juga dapat berarti berusaha membuat produk tersedia setiap kali konsumen menginginkannya, dimana saja dan kapan saja.[4]
Alfamart berusaha menjangkau konsumen sampai level yang terdekat yaitu di perumahan atau jalan-jalan raya sekalipun, sehingga ketika konsumen membutuhkan produk yang diinginkan, Alfamart  sebagai retailer berhasil untuk menyediakannya. Tentu saja semua orang menyukai apabila mereka dapat mengurangi usaha untuk mendapatkan produk yang mereka inginkan. Semakin dekat akan semakin baik. Apalagi sistem waralaba yang diterapkan metodenya relatif fleksibel,[5] untuk daerah yang besar pertama-tama akan dibagi dulu wilayahnya, misalnya berdasarkan kecamatan dan kabupaten. Kemudian pada kecamatan tersebut akan dibuka dua sampai tiga gerai, apabila memiliki perkembangan yang bagus maka akan dibuka kesempatan untuk membuka gerai yang baru di daerah tersebut. Metode yang relatif fleksibel ini membuat banyak orang tergiur untuk bergabung dengan usaha waralaba mereka, tidak heran gerai mereka terus bertambah banyak.
            Tetapi retailer ini tetap berusaha untuk menerapkan prinsip efisiensi agar pembukaan gerai tidak menjadi nafsu persaingan semata. Dengan kata lain, pembukaan gerai-gerai ini hanyalah langkah awal yang mereka lancarkan untuk menerapkan ekspansi yang lebih besar.
            Bagaimanapun kita harus menyadari bahwa barang atau pelayanan yang bagus ataupun  berkualitas sekalipun akan menjadi sia-sia bila tempat atau strategi distribusi ini tidak berjalan dengan baik. Bayangkan bila produk yang kita inginkan tidak ada, maka kita akan enggan lagi untuk mencari produk tersebut, sehingga hasilnya kita tidak akan setia lagi. Hal inilah yang berusaha para retailer ini janjikan dengan perusahaan atau brand yang digandengnya. Retailer seperti Alfamart membuat produk-produk yang mereka jual menjadi mudah dijangkau. Sebut saja Unilever, produk-produk milik mereka dapat dengan mudah kita temukan di Alfamart, hal inilah yang membuat produk-produk mereka semakin dikenal. Contoh lain adalah produk Sasha (pewarna rambut) yang dapat ditemukan di Alfamart meningkat penjualannya, hal inilah yang tidak dapat dilakukan produk seperti Loreal atau Rudi Hadisuwarno yang mahal dan tidak menjangkau pasar secara keseluruhan, padahal kita tahu kualitas produk Sasha tentu saja di bawah produk-produk yang sudah terkenal seperti Loreal.
            Sebenarnya, ada banyak sekali jenis retailer. Berikut adalah jenis-jenis retailer yang utama:[6]
a) Department store : menyediakan beberapa jenis produk seperti pakaian, peralatan rumah tangga, dengan bagian-bagian terpisah yang memiliki pembeli yang berbeda-beda.
b) Supermarket : relatif besar, harga murah, volume besar, operasi pelayanan diri sendiri, untu melayani kebutuhan total sperti makanan, laundry, dan produk untuk rumah tangga.
c) Convenience store : toko yang relative kecil dan dekat dengan area pemukiman, buka sepanjang waktu, tujuh hari seminggu, dan memiliki jenis produk yang terbatas. Kadang juga menyediakan roti isi, kopi, atau softdrinks.
Dapat disimpulkan bahwa Alfamart sudah berdiri sejak lama ini memposisikan dirinya sebagai convenience store, bukan berusaha menjadi seperti department store, ataupun supermarket. Namun inilah yang membuat Alfamart menjadi tepat dalam strategi Place-nya, hal ini disebabkan oleh tidak setiap orang dapat setiap hari mengunjungi department store atau supermarket untuk memenuhi kebutuhan mereka, mereka akan mencari alternatif yang lebih dekat dan mudah seperti convenience store yang konsepnya diterapkan Alfamart dan Indomaret.
            Strategi distribusi pada umumnya terdiri atas jalur saluran seperti berikut:


Dari bagan di atas kita dapat melihat bahwa jalur yang harus ditempuh produsen menjadi panjang untuk mencapai tangan konsumen, hal ini akan menyebabkan biaya distribusi menjadi semakin besar, tetapi dengan hadirnya retailer besar seperti Alfamart, maka pabrik dapat dengan mudah mencapai tangan konsumen tanpa harus melewati jalur grosir terlebih dahulu. Ini membuat biaya distribusi semakin murah dan ini pulalah yang menyebabkan harga produk pada retailer besar seperti Alfamart dapat lebih murah dari pada toko konvensional biasa. Ditambah lagi dengan fasilitas pelayanan yang cepat dan tempat yang nyaman (tempat bersih dengan penerangan yang baik) membuat konsumen semakin betah untuk berbelanja pada retailer seperti itu.
 Ada tiga jenis channel/market coverage (cakupan pasar) berdasarkan intensitas distribusinya, yaitu:[7]
1)  Intensive distribution. Pemasaran yang berusaha menjangkau pasar sampai tingkat maksimal. Biasanya produk sangat mudah didapatkan dan mudah ditemukan dimana-mana. Berusaha membuat cabang atau outlet yang tersebar di berbagai tempat dalam satu area.
2) Selective distribution. Pemasaran menggunakan cakupan yang lebih sempit, atau pada cakupan menengah. Biasanya pada produk-produk elektronik atau pada produk-produk lain yang membutuhkan pelayanan bantuan dalam memilih produk yang diinginkan, sehingga pegawainya pun membutuhkan pelatihan dan keahlian tertentu.
3) Exclusive distribution. Pemasaran menggunakan jalur penengah yang sangat sedikit dan hanya mencakup area pasar tertentu. Biasanya pada produk-produk eksklusif atau mahal yang membutuhkan spesialisasi pelayanan dan pengetahuan dari para penengahnya. Contohnya adalah jam tangan Rolex.
Kembali pada kasus sebelumnya, Alfamart seperti dapat kita lihat, berusaha menjadi distributor yang intensif. Pegawainya tidak memerlukan keahlian yang khusus dan outletnya tersebar dalam area yang sempit sekalipun bisa mencapai dua hingga tiga gerai. Dan bila kita telusuri lebih lanjut ada beberapa alasan yang mempengaruhi keputusan untuk menjadi distributor intensif ini, (1) kebutuhan masyarakat akan produk-produk tertentu, (2) kebutuhan masyarakat akan tempat berbelanja yang dekat dengan tempat tinggal (aksesibilitas tinggi) dan nyaman, (3) kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang cepat dan ramah, (4) kebutuhan masyarakat untuk berbelanja dengan berbagai bentuk pembayaran (dalam hal ini toko konvensional tidak dapat menyediakan pembayaran dengan bentuk kartu kredit ataupun debet), dan terakhir (5)kebutuhan masyarakat akan produk berkualitas dengan harga yang kompetitif.


            Kesimpulannya, retailer lokal yang besar seperti Alfamart telah menerapkan Bauran Pemasaran, yang dalam hal ini merupakan strategi distribusi atau Place, dengan tepat dan baik karena sudah memperhatikan kebutuhan pasar dan berusaha untuk memenuhinya dengan baik. Yang jelas retailer ini telah berhasil dalam mengembangkan ekspansinya bahkan pada level yang terendah sekalipun, yaitu pada kawasan perumahan, yang paling dekat dengan konsumen. Alfamart dapat tetap bertahan dalam era yang penuh dengan marketspace dan dapat bertahan dengan konsep marketplace-nya yang memiliki bentuk fisik. Dengan kata lain, meskipun internet marketing telah menjamur, konsumen pada dasarnya tetap membutuhkan tempat berbelanja atau pasar dalam bentuk yang nyata seperti Alfamart ini.


[1] Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller, Marketing Management (12 ed.), (New Jersey: Pearson Education, 2006), h. 12-13.
[3] Gitman, Lawrence J. dan Carl McDaniel, The Future of Business: The Essentials, (Mason: Cengange Learning, 2008), h. 295.
[4] Lamb, Charles W, dkk., Essentials of Marketing, (Mason: Cengange Learning, 2008), h. 46.
[6] Kotler, Philip, Marketing Management (11 ed.), (New Jersey: Pearson Education, 2003), h. 536.
[7] Lancaster, Geoff dan Frank Withey, CIM Coursebook 06/07: Marketing Fundamentals, (Oxford: Butterworth-Heinemann, 2006), h. 164-165.

Membutuhkan informasi manuver pemasaran Alfamart lainnya, bisa di baca disini : 

No comments:

Post a Comment